Dunia tempatku berpijak saat ini bernama Negeri Indonesia. Entah ditemukan oleh siapa, apakah penjelajah Marcopolo, Columbus, Vasco da Gama atau Ibnu Battutah.
Yang jelas, Negeri Indonesia-yang sering disebut Nusantara karena Nusa (Pulau) dan antara (hubungan)- terdiri dari ribuan Pulau yang tersusun indah terangkai menjadi sebuah Negara kepulauan yang menghiasi peta dunia kita.
‘Indonesia itu negara muslim terbesar’, kata seorang Pakistan yang pernah tak sengaja chatting denganku di suatu waktu, ‘Indonesia itu punya wilayah yang sangat luas’, tambahnya lagi, ‘Indonesia itu tidak seperti negerinya yang banyak masalah terorisme yang mengancam keberlangsungan hidup’, pernyataannya melengkapi. Itulah pandangan orang asing secara umum tehadap Indonesia.
Ketika lagu kebangsaan Indonesia Raya bergema, roma halus di tubuhku ikut bergetar, betapa bangga menjadi salah satu pemuda yang lahir di negara damai ini, mungkin itu juga yang dirasakan oleh sebagian besar orang yang berada dalam kondisi khidmat pengumandangan lagu sakral ini, karena biasanya lagu ini diperdengarkan di momen-momen spesial seperti upacara dan peringatan kenegaraan tertentu.
Namun jauh di balik kedamaian, keluasan wilayah dan kebesaran nama dari sebuah bangsa Indonesia, ia menyimpan sejumlah masalah. Jumlah penduduknya yang luar biasa banyak, membuatnya diiringi masalah yang tidak kalah banyaknya. Mulai dari politik, kesejahteraan sosial, ekonomi dan pedidikan adalah sekelumit hal yang tidak bisa lepas dari keadaan sebuah negara.
Mengapa muncul masalah-masalah tersebut dalam keberlangsungan kehidupan bernegara, tentunya banyak faktor pemicunya, diantaranya yang paling tersorot adalah moral dan akhlak. Jika ditelusuri lebih jauh, sebenarnya pendidikan di Indonesia sudah terbilang maju, terbukti dengan banyaknya prestasi yang diraih di kancah Internasional, baik dari sisi akademik seperti Olimpiade Internasional, penemuan teknologi dan sains, dan sebagainya.
Tapi kenapa bangsa ini tetap masih jauh tertinggal, sistem yang dimiliki sebenarnya telah cukup mampu mendukung kemajuan bangsa, sangat disayangkan belum dapat terintegrasi dengan berbagai faktor pendukung lainnya. Maka dari itu, lahirlah budaya korup dimana-mana yang dicetuskan para koruptor, mereka tidak lain adalah para kaum intelek yang bermoral rendah hasil pembentukkan situasi dan kondisi di sekitarnya.
Para penyohor media telah banyak mewacanakan tentang sikap mental yang satu ini, hingga ada sebutan ‘Negeri tanpa Nurani’ yang menjadi judul sebuah buku terbitan Kompas, berisi tentang permasalahan Negeri ini. Hal tersebut lebih diperkeruh lagi dengan kejadian adanya kasus penuntutan harta terhadap seorang ibu oleh anak perempuanya yang menjadi seorang pengacara, seolah terkesan sepi job, orang tua sendiri dijadikan materi pembelajaran bagi profesi yang sedang digelutinya, padahal bulan ini adalah bulan yang diperingati sebagai hari ibu, sungguh ironi.
Pun tidak sedikit novel-novel yang mengisahkan hal serupa, terinspirasi dari sebuah kasus nyata semacam Bank Century misalnya, menelurkan novel ‘Negeri di ujung tanduk’ , dan sebuah karya film ‘Alangkah lucunya negeri ini’. Semua karya ini adalah refleksi dari ramainya permasalahan baik di bidang ekonomi, hukum dan politik di Negeri kita tercinta ini, Indonesia.
Seiring dengan nama yang membesar, lahir pula tanggung jawab yang besar, pemimpin nomor satu bangsa yang telah terpilih belum lama ini, berasal dari kalangan sipil alias bukan militer. Ia terpilih karena profilnya yang ‘down to earth’-katanya-, sehingga meraih banyak simpati sebagian besar masyarakat Indonesia yang notabene dari kalangan menengah ke bawah, atau sering dikenal dengan istilah ‘wong cilik’.
Presiden Indonesia saat ini tengah menghadapi ujian yang tidak sederhana, di awal pemerintahannya saja, dengan berat hati telah dibuka dengan pencabutan subsidi dan kenaikan harga BBM yang disusul oleh kenaikan beberapa item penting penyokong kebutuhan seperti biaya transpotasi, Tarif Dasar Listrik (TDL), bahan-bahan pokok, dan lain-lain. Masalah-masalah ini tidak bisa terelakkan lagi.
Tokoh Yang fenomenal dengan gaya blusukan dalam pemerintahannya ini, memang memiliki pandangan dan cara khas nya sendiri dalam menyelesaikan berbagai persoalan dalam negeri, oleh karenanya kita sebagai bagian dari rakyat Indonesia hanya bisa mendukung segala kebijakan yang telah diambil dengan turut berpartisipasi dalam pelaksanaan dan tidak mengganggu ketertiban umum sesuai dengan norma-norma yang telah diatur dalam pedoman untuk menjadi warga negara yang baik.
Terakhir, harapan seluruh warga negara Indonesia tentunya, selalu menginginkan yang terbaik bagi kemajuan bangsa, mewujudkan falsafah negara, menegakkan Pancasila yang terurai dalam pembukaan UUD 1945, mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya, mencerdaskan kehidupan bangsa, berdaulat, berpartisipasi dalam ketertiban dunia, dan mencapai sebesar-besarnya kemakuran rakyat.
Jonggol, 22 Desember 2014
By Ismi ZZA